Terakhir kali aku ke Sibolangit kayaknya jaman kuliah S1. Berarti sekitar 6 tahun lalu. Wow. Iya sih, Covid aja gak terasa udah 5 tahun sejak pertama kali masuk Indonesia ya kan. Di tengah hiruk pikuk panasnya cuaca dan situasi negara, temanku mengajak untuk raon-raon (bahasa medannya jalan-jalan) ke daerah bandar baru. Bandar baru dimana? ya di dalam kecamatan sibolangit. ya sebelumnya aku juga ga ta usih nama-nama desa di daerah tanah karo. Demi menambah khazanah pengetahuan (eaak), aku pun oke gas oke gas langsung.
![]() |
|
Sebelum berangkat, kami sudah merencanakan agenda raon-raon. Kebetulan, semuanya biologist. oh ada satu deh yang bukan, tunangannya temenku. Maka jadilah agenda raon-raon ini mencari tempat trekking. Luar biasa sekali kan, di bulan ramadhan penuh berkah kami menyusuri alam untuk mencari pembelajaran di dalamnya (gokil). Karena tahun lalu (dan aku ga diajak) sudah ke Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit, maka kali ini opsi jatuh untuk menyusuri hutan di pinggiran Bumi Perkemahan Sibolangit.
Kamipun berangkat dari Medan setelah masuk waktu dan solat dzuhur. Dengan drama aku yang terakhir dijemput rombongan kecil kami ini tiba-tiba merubah tempat janjian. Telat pula (netijen tidak kaget). Lalu kami pun lanjut ke agenda kami ke bandar baru untuk menjemput guru besar (literally besar) kami, Stanislav Lotha di Yayasan Patron Satwa Indonesia. Sebelum kami bergerak, kami diajak liat-liat dulu fasilitas perawatan kukang sebelum kembali dilepasliarkan dan juga fasilitas yang sama untuk tringgiling.
Lanjut deh kita ke bumi perkemahan sibolangit. Kami mengambil jalur yang sangat umum dipakai oleh para pencinta alam untuk makrab, tapak tilas atau apalah nama kegiatan yang sering dilakukan anak-anak mapala, pramuka dan sejenisnya. Jadi jalanannya cukup bersih sehingga kami tidak perlu ada membersihkan jalur menggunakan parang.
Sebenarnya, aku tidak terlalu suka birdwatching, ataupun pengamatan satwa lainnya di hutan pada sore hari. Karena suasananya sudah mulai gelap dan sulit mengambil foto. Paling enak itu pengamatan pagi, makanya bawaanku morning person banget (tapi boong). Cuma karena pengen trekking singkat mengisi waktu sebelum berbuka puasa, kuy lah kita jalan.
Satwa pertama yang menyapa kami adalah bajing. Langsung deh aku dikasih kuis dadakan untuk identifikasi. Aku jawab, sundasciurus. Terus dicecar sampai tingkat spesies. Aku bilang mungkin lowii, tapi langsung dicounter bahwa itu tenuis. Sundasciurus tenuis. aku nyengir. Memang masih harus terus berlatih siiih. Hehe.
Selanjutnya kami mendengar beberapa suara burung tapi wujudnya tidak terlihat. Kami lanjut berjalan menyusuri sungai tapi juga tidak ada capung, atau serangga unik lainnya. Aku mengangkat beberapa batu berharap ada EPT (bukan APT) singkatan dari Ephemeroptera, Plecoptera, dan Trichoptera, nimfa dari serangga mayfly. Cuma gaada, huft.
Naik kedaratan dan sedikit menanjak, aku melihat setapak manatau ada jejak. Plis minimal ada kek hal seru yang kami temukan. Terus aku menemukan suatu cekungan, seperti bekas galian serangga. Kami pun langsung mengindentifikasi tanda-tanda keberadaan satwa ini. Guru kami memverifikasi bahwa itu adalah bekas Treggiling (Manis javanica) mencari makan. Dan di depannya kami menemukan 4 jejak serupa. Juga menemukan bekas sarang dengan aroma tanah menyengat. Nice. Kami sudah menemukan sesuatu yang menyenangkan. Nurul juga sepertinya excited dengan temuan kami ini.
Kami naik lagi dan berenti di spot pemantuan burung, tempat anak-anak mapala juga biasa mendirikan tenda. Tak lama aku melihat sesuatu hinggap diketinggian dan melompat-lompat dari dahan ke dahan. Ahlinya burung, Lutfhi, mengidentifikasi itu sebagai Kadalan, burung dari genus Phaenicophaeus. Aku juga sering melihat jenis ini tapi di strata bawah dan tengah. Jarang melihatnya di strata atas. Juga aku jarang sekali berlatih dengan dunia perburungan ini, jadi walau aku melihatnya, aku belum bisa bantu identifikasi.
Setelah cukup lama dan merasa takkan ada lagi burung-burung berseliweran, kami memutuskan untuk turun. Jam juga sudah menujukkan pukul 5 sore. Eh, sekilas Lutfhi melihat ada yang berlari. Kalau kata Stan, itu kemungkinan besar berang-berang. Tapi yang umum, Aonyx, bukan Lutra. Lutra ukurannya lebih kecil.
![]() |
Kami pun turun kebawah sambil kembali melihat aliran air. Tetap tidak ada temuan minimal kecebong kek. Cuma adal ikan-ikan kecil yang halus sekali ukurannya. Nyamuk pun tidak ada. Aku jadi bertanya-tanya kenapa serangganya sedikit ya? berbeda dengan Taman Wisata Alam (TWA) Sibolangit yang menurut Rahmadi dan Stan banyak sekali nyamuk saat mereka berkunjung tahun lalu. Padahal lokasi nya masih berdekatan. Apakah karena di bumi perkemahan banyak yang kemping sambil mencuci dengan sabun di sungai ya?
Setelah kami keluar dari hutan, kami pun mencari-cari penjaga untuk membayar retribusi. Kami memanggil-manggil tapi tidak ada orang yang muncul. Yang ada hanya beberapa anjing dewasa dan anaknya yang lucu-lucu. Anjingnya gak ngejar kami karena aku kejar. Aku dekati anjing nya dan bilang "panggil dulu tuan mu, nanti kalau kami pergi gitu aja kau yang di marahin.", setelah aku bilang begitu dia lari menuju jalan besar. Entah kebetulan atau bagaimana, sepuluh menit kemudian anjing-anjing itu kembali menyusul mobil pajero merapat ke dekat kami. Yak, itu tuannya. Kami pun membayar retribusi seikhlasnya. Gampangnya, goceng perorang.
Kami langsung menuju masjid untuk sholat ashar. Di jalan, Lutfi melihat ada sesuatu tergeletak ditengah jalan. Wuhuu, ternyata ular. Lutfi, Stan dan Rahmadi turun untuk melihat ular tersebut. Orang-orang penasaran kami sedang melihat apa. Setelah mereka tau kami lagi pegang-pegang ular, orang-orang pada lari. Aneh.
Lanjut deh kami sampai masjid dan yang tidak sholat belanja cemilan dan sayur, lalu lanjut mencari rumah makan untuk berbuka puasa. Pilihan jatuh kepada satu rumah makan yang aku lupa namanya tapi sasu jamurnya cukup enak. Harganya juga bukan harga tempat wisata. Mantap kerinalah kata kat aorang karo. Sayang, aku tidak bisa menahan nafsu makan sampai-sampai aku lupa foto kami makan apa :(
Sudah deh, setelah adzan isya kami bergegas pulang, mengantar kembali Stan ke tempatnya, dan lanjut balik ke Medan. Alhamdulillah kami semua sampai dengan selamat meski ada insiden satu penumpang 'ngebom' di jalan. Bukan salah penumpangnya, itu salah supir cadangan kami. Pemiliki mobil yang gak gitu jago bawa mobil wkwk (gak tau diri emang, udah ditumpangin).
Sekian cerita aku~
Astaga aku kangen banget nulis cerita-cerita perjalanan seperti ini. Cuma sering gak moodnya dan lebih enak ngescroll reels haha!
0 Comments
Posting Komentar
Your word can change the world! you can be left a comment on my post :)