"Kalau ada anaknya bagi yaaa. Yang bulunya panjang tapi..."
Kucing shorthair sering kali dianggap sama dengan kucing kampung pada umumnya. Hadeeh. Bahkan ada yang terus terang kepada ku mengatakan bahwa kalau ada anak kucingnya yang berbulu pendek langsung mau di kasih orang aja atau dibuang ke pasar. Karena tidak cantik.
Syukurnya adopter dari kucingku benar-benar ku seleksi, biasanya mereka teman yang tinggal tidak jauh dari ku, pernah kutau riwayatnya memelihara binatang dan sedang tidak dalam kondisi kesulitan ekonomi. Mau aku kasih kucing yang bulu pendek atau panjang, teman-temanku ini merawat mereka dengan sepenuh hati selama lebih dari 5 tahun ini. Alhamdulillah.
Jaman sekarang mudah sekali mendapatkan adopter untuk kucing yang berbulu panjang. Tapi tidak untuk yang berbulu pendek apalagi blasteran sama kucing kampung. Apalagi kucing kampung... siapalah yang mau perlihara. Paling cuma dikasih makanan sisa kalau si kampung ini datang.
Tentu pembicaraan kita ini bukan hanya kucing. Anjing, burung, dan berbagai jenis hewan yang bukan 'Ras' akan jauh lebih susah mencari orang yang mau merawatnya.
Alkisah disamping tempatku bekerja, tinggal sebuah keluarga kecil dengan dua anjing Ras Bulldog dan satu anjing Kampung betina. Si Bulldog ini selalu menghiasi hari-hari kami berkerja dengan gonggongan sepanjang hari. Sementara si kampung, kami beri nama Chinggu, sering mampir setiap kami membeli bakso yang lewat di depan kantor. 3-4 tusuk sate jeroan kami lemparkan untuk Chinggu.
Chinggu anjing kampung yang manis, warna dasarnya putih dengan corak hitam dan coklat. Dia akan duduk manis melihat kami dan melarang anak-anaknya agar tidak mengganggu. Yup, Chinggu sudah beberapa kali melahirkan anak-anak anjing yang lucu. Hanya saja, semua anak Chinggu tak ada yang kami lihat tumbuh besar.
Terkadang, wajah, badan Chinggu ada goresan luka. Saat kami bertanya kepada pemiliknya, itu akibat Chinggu berusaha keluar saat pagar ditutup.
Hingga suatu hari, aku baru pulang dari Hutan sekitar 1 minggu dan aku mencium bau busuk begitu tiba di parkiran kantor. Aku mencari asal muasal bau itu tetap tidak ketemu. Lalu aku melihat Chinggu duduk tak jauh dari situ, aku memanggilnya, Chinggu berdiri dan terlihatlah perutnya sudah koyak sampai ususnya terlihat. Kami semua panik dan tidak tau bangaiman cara menyelamatkan Chinggu. Berbeda dengan kucing-kucing liar yang sering kami obati dan di steril oleh dokter hewan disini, Kasus Chinggu butuh operasi besar.
Akhirnya setelah meminta izin, di hari libur Chinggu di jahit perutnya. ususnya kembali dimasukkan, bekas luka semua di steril. Namun anehnya, kulit mengelupas itu tidak mampu tertutup semua. Dari Dokter hewan mendiagnosa bahwa ini akibat digigit.
Sayangnya, Chinggu hanya bertahan 1 minggu dari operasi besar itu. Karena, setelah operasi, Chinggu diberi makan sekenanya (tidak dipaksa makan) , luka tidak dibersihkan, pokonya tidak di rawat selayaknya hewan yang sedang sakit.
Belakangan kami tau dari bapak yang punya rumah (satu-satunya yang bisa di ajak ngobrol) anak-anak Chinggu begitu sudah agak besar, di jual untuk rumah makan. Dua Bulldog itu sering menyerang Chinggu layaknya mainan. Dan koyaknya perut Chinggu juga karena diserang Bulldog.
Dari kisah Chinggu, aku menulis ini. Betapa sedih nasib si 'kampung'
Karena kampung, ia tidak diberi makan yang baik. Karena kampung, ia tidak dipandang. Karena kampung, ia tidak di hargai.
Padahal, mereka semua adalah satu spesies, Felis domestica (kucing), Canis lupus familiaris (Anjing) dan berbagai jenis hewan satu spesies di seluruh dunia yang kebetulan rupanya berbeda karena menyesuaikan dengan iklim, hasil dari evolusi berjuta tahun.
Tak hanya hewan peliharaan, hewan ternak antara yang impor dan lokal juga sering dipandang berbeda.
Sampai kapan stigma seperti ini bisa hilang?
Aku tak berharap banyak, karena dengan sesama manusia, makhluk mulia di muka bumi ini kita masih sering rasis :)
Semoga tulisan ini bermanfaat. See ya!
0 Comments
Posting Komentar
Your word can change the world! you can be left a comment on my post :)