Pengemis, Dikasihani atau Tidak? - Suatu hari di dalam lingkungan kampus, saya sedang mengerjakan tugas membuat video yang merekam diri saya sedang menjelaskan bagian-bagian dari seekor hewan. Agar suara saya terdengar jelas, saya dan teman saya mencari tempat yang tidak terlalu ramai. Di tengah-tengah rekaman, tiba-tiba datang seseorang yang meminta-minta kepada kami. Walau merasa terganggu, saya dan teman saya dengan halus menolak orang yang meminta-minta tadi. Lalu kami melanjutkan videonya, ternyata gangguan belum selesai. Lebih parah, seorang anak kecil bernyanyi dengan kerasnya dan segera kami tolak kembali dengan halus, namun anak ini seolah tak perduli dan memaksa kami memberikan uang kepandanya baru ia pergi. Walhasil, kami yang pergi karena kami tidak mengantongi uang sepeser pun karena tas kami tinggalkan di lab.
Tentu saja di posisi itu bukan dengan Skill dan potensi kita saat ini. Menurut teman saya, masih mending pengamen dari pada peminta-minta. karena para peminta-minta itu adalah orang malas. Kalau menurut saya sama saja. intinya mereka membutuhkan uang dari orang lain. Lagi, ini soal Skill.
Beberapa waktu lalu saya ke salah satu warung makan pinggir jalan yang cukup terkenal, di sana ada seorang pengamen yang jago sekali menggesek biola. Saya telah melihatnya sejak saya kecil. dari saya kecil sampai sekarang tak banyak yang berubah darinya, ia tetap dengan biolanya dan menghibur orang-orang yang sedang makan. Paling yang berbeda, saya melihat ia sudah memakai Smartphone. Namun di luar itu, semua pelanggan menikmati gesekannya. Tak ada yang mengusirnya.
Berikutnya, masih di warung itu datang seseorang yang berpakaian dekil dan langsung menyodorkan keorang-orang bekas bungkus snack yang di harapkannya terisi oleh lembaran atau pun recehan uang. Dapat di tebak, banyak yang mengusirnya.
Lihat? ini soal Skill. Dan intinya kedua-duanya sama-sama Meminta.
Ini selalu bekecamuk dalam diri saya sendiri. Banyak yang bilang kalau para peminta-minta terus di beri mereka akan malas dan tak mau bekerja. Pertanyaannya adalah, siapa yang mau mempekerjakan mereka? satu banding seribu mungkin. dan para musisi jalanan, kenapa tidak ada seseorang yang mau merekrutnya? menjadi pemusik di cafe mungkin?
atau ada yang bilang kenapa mereka tidak berdagang seperti penjual rokok dan minuman mineral di lampu merah? lah, siapa yang mau modalin? atau siapa yang mau mengajarkan mereka untuk berdangang? dan anak-anak yang meminta, mengamen, pernahkan kita berpikir dimana orang tuanya? atau malah mereka di kepalai dan di perintah preman?
Persaingan hidup saat ini terlampu ketat. Untuk mereka yang kurang ilmu, mendaftar menjadi seorang loper koran saja sangat sulit. Untuk bertahan hidup, hanya itu mungkin yang bisa para peminta-minta lakukan....
Tapi, tapi, tapi, saat hati ini sudah sangat kasihan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri para peminta-minta yang menipu. Pura-pura buta, pura-pura cacat fisik dengan melipat kakinya sendiri atau pun yang ngesot tiba-tiba di tempat sepi dia berdiri dan menyebrang jalan. Dan lagi para bayi-bayi yang di perdagangkan untuk menarik rasa kasihan dan simpati orang-orang....
Serba salah. Sulit membedakan yang benar-benar dalam kesulitan dan yang sedang menipu. Saya semakin sering dilema. saya ingin menutup mata namun tidak bisa. Karena tidak sepatutnya sesama muslim kita bersaudara lalu membiarkan saudaranya tidak makan sementara kita bisa makan dengan nikmat.
Hati nurani ini seakan abu-abu. berkabut. berbayang. tak ada yang jelas.
Saat melihat orang yang telah sepuh memulung di jalanan... tubuhnya telah bungkuk, kulitnya berkeriput, terkadang tak pakai alas kaki atau pun menyeret-nyeret sendal yang telah putus di kakinya agar tetap bisa telapak kakinya bertahan dari panasnya aspal. yang seperti itu membuat saya sangat sedih, dan ingin mengurkan tangan. Sialnya, karena beliau bukan peminta-minta, ia menolaknya. saat di beri air minum dan snack baru di terima... saya hanya membayangkan bagaimana jika ada kerabat atau orang terdekat kita yang bernasib seperti itu.
Entahlah, mungkin saya yang terlalu lebay membahas hal beginian. Masyarakat bahkan pemerintah seperti tutup mata dengan ketidaksejahteraan orang-orang yang kurang ilmu dan skill ini. dan saya malah selalu terpikirkan setiap melihat mereka....
Jadi, Pengemis perlu di kasihani atau tidak? silahkan coba tanya pada diri anda sendiri, yang pasti bila sudah memberi ikhlaskan dengan stulus hati, jangan pikirkan hal lainnya. cukup kembali ke niat awal kalau kita memberinya untuk membantunya hidup. .
Pengemis. sumber: google |
Saya dan teman saya jadi membahas masalah ini di perjalan kembali ke lab. Seharusnya di dalam lingkungan kampus tidak di perkenankan ada peminta-minta karena itu lingkungan pendidikan. Namun hati kecil ini tidak dapat di sembunyikan. rasa kasihan dan ironi membayangkan bila diri sendiri menjadi seperti itu apa yang akan saya lakukan?
Beberapa waktu lalu saya ke salah satu warung makan pinggir jalan yang cukup terkenal, di sana ada seorang pengamen yang jago sekali menggesek biola. Saya telah melihatnya sejak saya kecil. dari saya kecil sampai sekarang tak banyak yang berubah darinya, ia tetap dengan biolanya dan menghibur orang-orang yang sedang makan. Paling yang berbeda, saya melihat ia sudah memakai Smartphone. Namun di luar itu, semua pelanggan menikmati gesekannya. Tak ada yang mengusirnya.
Berikutnya, masih di warung itu datang seseorang yang berpakaian dekil dan langsung menyodorkan keorang-orang bekas bungkus snack yang di harapkannya terisi oleh lembaran atau pun recehan uang. Dapat di tebak, banyak yang mengusirnya.
Lihat? ini soal Skill. Dan intinya kedua-duanya sama-sama Meminta.
Ini selalu bekecamuk dalam diri saya sendiri. Banyak yang bilang kalau para peminta-minta terus di beri mereka akan malas dan tak mau bekerja. Pertanyaannya adalah, siapa yang mau mempekerjakan mereka? satu banding seribu mungkin. dan para musisi jalanan, kenapa tidak ada seseorang yang mau merekrutnya? menjadi pemusik di cafe mungkin?
atau ada yang bilang kenapa mereka tidak berdagang seperti penjual rokok dan minuman mineral di lampu merah? lah, siapa yang mau modalin? atau siapa yang mau mengajarkan mereka untuk berdangang? dan anak-anak yang meminta, mengamen, pernahkan kita berpikir dimana orang tuanya? atau malah mereka di kepalai dan di perintah preman?
Persaingan hidup saat ini terlampu ketat. Untuk mereka yang kurang ilmu, mendaftar menjadi seorang loper koran saja sangat sulit. Untuk bertahan hidup, hanya itu mungkin yang bisa para peminta-minta lakukan....
Peminta-minta. Sumber: google |
Tapi, tapi, tapi, saat hati ini sudah sangat kasihan saya melihat dengan mata kepala saya sendiri para peminta-minta yang menipu. Pura-pura buta, pura-pura cacat fisik dengan melipat kakinya sendiri atau pun yang ngesot tiba-tiba di tempat sepi dia berdiri dan menyebrang jalan. Dan lagi para bayi-bayi yang di perdagangkan untuk menarik rasa kasihan dan simpati orang-orang....
Serba salah. Sulit membedakan yang benar-benar dalam kesulitan dan yang sedang menipu. Saya semakin sering dilema. saya ingin menutup mata namun tidak bisa. Karena tidak sepatutnya sesama muslim kita bersaudara lalu membiarkan saudaranya tidak makan sementara kita bisa makan dengan nikmat.
Hati nurani ini seakan abu-abu. berkabut. berbayang. tak ada yang jelas.
Pemulung bukan pengemis sumber: google |
Saat melihat orang yang telah sepuh memulung di jalanan... tubuhnya telah bungkuk, kulitnya berkeriput, terkadang tak pakai alas kaki atau pun menyeret-nyeret sendal yang telah putus di kakinya agar tetap bisa telapak kakinya bertahan dari panasnya aspal. yang seperti itu membuat saya sangat sedih, dan ingin mengurkan tangan. Sialnya, karena beliau bukan peminta-minta, ia menolaknya. saat di beri air minum dan snack baru di terima... saya hanya membayangkan bagaimana jika ada kerabat atau orang terdekat kita yang bernasib seperti itu.
Entahlah, mungkin saya yang terlalu lebay membahas hal beginian. Masyarakat bahkan pemerintah seperti tutup mata dengan ketidaksejahteraan orang-orang yang kurang ilmu dan skill ini. dan saya malah selalu terpikirkan setiap melihat mereka....
Pengemis di tangkap apakah lantas di berdayakan? sumber : google |
Jadi, Pengemis perlu di kasihani atau tidak? silahkan coba tanya pada diri anda sendiri, yang pasti bila sudah memberi ikhlaskan dengan stulus hati, jangan pikirkan hal lainnya. cukup kembali ke niat awal kalau kita memberinya untuk membantunya hidup. .
2 Comments
pengemis wajib di beri kan tetapi kalau melihatnya sebagai pengemis tetap maka hentikanlah karena ngemis bukan pekerjaan jika dia kuat dan muda
BalasHapussipat memberi harus ada,tapi kita harus jeli juga melihat nya
BalasHapusPosting Komentar
Your word can change the world! you can be left a comment on my post :)